BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Tipologi Belajar Siswa
1.
Pengertian
Tipologi Belajar Siswa
Seperti
yang telah di singgung sebelumnya bahwa tipologi belajar yang di maksud disini
adalah gaya belajar, yang mana gaya belajar itu adalah adalah “suatu proses gerak laku, penghayatan,
serta kecenderungan seorang pelajar mempelajari atau memperoleh sesuatu ilmu
dengan cara tersendiri”[1].
Untuk
meningkatkan kualitas belajar mengajar di kelas, seseorang diharapkan dapat
mengetahui dan memahami bagaimana ia menyerap, menerima, dan mengolah informasi
dari luar sesuai dengan kemampuannya sendiri.
Tipologi
belajar merupakan salah satu kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan,
di sekolah dan dalam situasi-situasi antar pribadi. Ketika siswa menyadari
bagaimana orang lain menyerap dan mengolah informasi, siswa dapat menjadikan
belajar dan berkomunikasi lebih mudah dengan tipologi belajar mereka sendiri.
Jika siswa akrab dengan tipologi belajar mereka sendiri, maka siswa dapat
mengambil langkah-langkah penting untuk membantu diri siswa belajar lebih cepat
dan lebih mudah. Setiap individu mempunyai cara sendiri yang dianggap cukup
optimal dalam mempelajari informasi baru termasuk siswa.
Tipologi
belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam
menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir, dan memecahkan
soal.
Dari penjelasan
diatas dapat disimpulkan bahwa tipologi belajar adalah masing-masing cara belajar
mulai dari memusatkan, memproses, dan penyajian informasi baru.
2.
Manfaat
Tipologi Belajar
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tipologi belajar merupakan salah satu
kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaaan, di sekolah, dalam
situasi-situasi antarpribadi. Begitu juga halnya dengan seorang siswa, ia akan
lebih mudah belajar dan menemukan cara belajarnya jika siswa tersebut
mengetahui tipologi belajar yang benar dalam cara belajarnya karena setiap individu
mempunyai tipologi belajar yang berbeda-beda. Misalnya seorang siswa dapat
belajar dengan mengandalkan pendengaran, dengan melihat atau dengan gerakan.
3.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi tipologi Belajar Siswa
Menurut
bobbi deporter dan heracki terjemahan Alwiyah Abdul Rahman banyak variabel yang mempengaruhi cara
belajar individu yang mencangkup faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis,
dan lingkungan.[2]
“Para ahli menggunakan istilah yang berbeda dan
menemukan berbagai cara untuk mengatasi tipologi belajar siswa setiap individu telah
disepakati secara umum adanya dua kategori utama tentang bagaimana kita belajar.
Pertama, bagaimana kita menyerap informasi dengan mudah (modalitas) dan kedua,
cara kita mengatur dan mengolah informasi tersebut (dominasi otak)”[3].
Sedangkan
ada juga yang mengemukakan bahwa kondisi yang mempengaruhi kemampaun belajar
adalah sebagai berikut:
a.
Lingkungan fisik
jelas mempengaruhi proses belajar. Suara, cahaya, suhu, tempat duduk, dan sikap
tubuh semuanya penting.
b.
Orang yang
memiliki berbagai kebutuhan emosional. Dan emosi berperan penting dalam proses
belajar. Dalam banyak hal, emosi adalah kunci bagi sistem memori otak. Muatan
emosi dari prestasi dapat berpengaruh besar dala memudahkan pelajar untuk
menyerap informasi dan ide.
c.
Orang juga memiliki
kebutuhan sosial. Sebagian orang suka belajar sendiri. Yang lain suka
bekerjasama bersama seorang rekan. Yang lain lagi, bekerja dalam kelompok.
Sebagian anak-anak menginginkan kehadiran orang dewasa saja.[4]
B.
Prestasi Belajar Siswa Pendidikan
Agama Islam
1.
Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi
belajar adalah hasil yang telah dicapai siswa melalui proses belajar yaitu hasil
belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas serta
kegiatan pembelajaran di sekolah.
Prestasi
belajar sebagai perubahan tingakahlaku, meliputi tiga ranahya itu ranah “kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif adalah prilaku yang menyangkut masalah
pengetahuan, informasi, dan masalah kecakapan intelektual”[5]. “Ranah
afektif adalah perilaku yang berupa sikap, nilai-nilai dan prestasi. Sedangkan ranah
psikomitorik adalah perilaku yang terutama berkaitan dengan ketrampilan atau
kelincahan dan kondisinya”.[6]
Bloom
mengatakan bahwa ranah kognitif terbagi menjadi enam kategori yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Pengetahuan menyangkut kesiapan individu yang penekanannya pada mengingat atau mengenal
gagasan metode atau materi yang pernah dipelajari. Pemahaman meliputi kemampuan
siswa untuk menyerap makna dariapa yang telah dipelajari. Penerapan merupakan
kemampuan individu untuk menggunakan apa yang telah dipelajari kedalam situasi
konkrit yang baru. Analisis menyangkut pemahaman dan penerapan yang
penekanannya pada kemampuan untuk mengorganisasikan atau menguraikan suatu
materi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Sintesis menyangkut kemampuan
untuk mengembangkan bagian-bagian kecil menjadi bentuk yang bermakna. “Sedangkan
evaluasi menyangkut kemampuan untuk menilai sesuatu pengertian yang dipelajari
dan kemampuan untuk memulai suatu masalah berdasarkan kriteria yang
didefinisikan dengan jelas”.[7]
2.
Pengertian Belajar Siswa
Pada hakikatnya
belajar merupakan suatu proses yang dilalui oleh individu untuk memperoleh perubahan
tingkah laku kearah yang lebih baik sebagai hasil dari pengalaman individu dalam
interaksi dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dapat
terjadi melalui usaha mendengar, membaca mengikuti petunjuk, mengamati,
memikirkan, menghayati, meniru, melatih atau mencoba sendiri dengan pengajaran
atau latihan. Adapun perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar tersebut relatif
tetap dan bukan hanya perubahan yang bersifat sementara. Tingkah laku mengalami
perubahan menyangkut semua aspek kepribadian, baik perubahan pengetahuan,
kemampuan, keterampilan, kebiasaan, sikap dan aspek perilaku lainnya.
Agar manusia
senantiasa tumbuh dan berkembang seseorang mesti belajar. Sebagian orang beranggapan
bahwa yang dimaksud belajar adalah mencari ilmu atau menuntut ilmu. Aliran
modern dewasa ini memberikan pengertian belajar adalah “perubahan yang terjadi
dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu. Walaupun pada
kenyataannya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Misalnya,
perubahan fisik, mabuk, gila dan sebagainya”.[8]
Dalam
belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang diperoleh artinya
belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain itu hanya
sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar agar belajar itu dapat
berhasil dengan baik.
Dibawah
ini dikemukakan beberapa pengertian tentang belajar menurut beberapa ahli:
Dalam
pendidikan Islam anak didik mempunyai sifat dan kode etik yang merupakan kewajiban
yang harus dilaksanakan dalam proses belajar mengajar baik secara langsung
maupun tidak langsung. Yaitu :
a.
Belajar dengan niat
ibadah dalam rangka taqorrub kepada Allah SWT. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari
anak didik dituntut untuk selalu mensucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan
watak yang tercela.
b.
Mengurangi
kecenderungan pada perihal duniawi dibandingkan masalah ukhrawi.
c.
Bersikap tawadlu (rendahhati)
dengan cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidiknya.
d.
Menjaga pikiran
dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
e.
Mempelajari
ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk kehidupan duniawi lebih-lebih kehidupan
ukhrawi.
f.
Belajar dengan bertahapatau
berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (konkret) menuju pelajaran yang sukar
(abstrak) atau dari ilmu yang fardlu ain sampai pada ilmu fardlu kifayah
g.
Belajar sampai
tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga anak didik
memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
h.
Mengenal
nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang dapat
bermanfaat yang dapat membahagiakan, menyejah teraka, serta memberi keselamatan
hidup dunia akhirat.[9]
Menurut Sudjana, belajar adalah suatu
proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan
hasil belajar ditunjukkan dalam berbagai bentuk berubah pengetahuannya, pemahamannya,
sikap tingkah lakunya, kertampilan, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya,
daya penerimaannya, dan aspek-aspek lain yang ada pada individu.[10]
Syaiful Bahri menjelaskan bahwa belajar pada
hakekatnya adalah perubahan yang terjadi dalam diri seseorang setelah berakhirnya
melakukan aktifitas belajar, walaupun pada kenyataannya tidak semua perubahan
termasuk kategori belajar.[11]
Sedangkan menurut Winkel belajar
merupakan suatu aktivitas mental psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan ketrampilan dan
nilai sikap. Perubahan itu bersifat konstan dan berbekas.[12]
Menurut psikologi daya atau faculty pstchology,
individu memiliki sejumlah daya-daya: daya mengenal, mengingat, menanggap,
mengkhayal, berpikir, merasakan, berbuat dsb. Daya-daya itu dapat dikembangkan
melalui latihan dalam bentuk ulangan-ulangan. Kalau anak dilatih banyak
mengulang-ulang menghafal sesuatu, maka ia akan ingat akan hal itu.[13]
Dari
beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah merupakan suatu
usaha yang berupa kegiatan sehingga dapat menimbulkan perubahan tingkah laku.
Perubahan belajar terutama adalah proses sadar, setidak-tidaknya sipelajar menjadi
sadar, bahwa ia telah belajar dan perubahan yang terjadi dalam perubahan
belajar merupakan aspek-aspek kepribadian yang terus-menerus berfungsi artinya
pengalaman yang baru itu tidak bersifat statis tetapi dinamis serta
perubahan-perubahan akibat perbuatan belajar adalah positif dan aktif dan tidak
negatif serta lemah.
Belajar
sepertihalnya perkembangan berlangsung seumur hidup, dimulai sejak dalam ayunan
(buaian) sampai dengan menjelang liang lahat. Apa yang dipelajari dan bagaimana
cara belajarnya pada setiap fase berkembangan berbeda-beda.
3.
Pengertian Prestasi Belajar Siswa
Prestasi
belajar merupakan suatu gambaran dari penguasaan kemampuan para peserta didik.
Setiap usaha yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran baik oleh guru sebagai pengajar,
maupun oleh peserta didik sebagai pelajar bertujuan untuk mencapai prestasi
yang setinggi-tingginya. “pretasi belajar adalah proses belajar yang dialami
siswa dan menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan, pemahaman, daya
analisis, sintesis, dan evaluasi”[14].
Ada juga yang berpendapat
bahwa :
“Prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang
setelah mengalami proses belajar. Hasil belajar sendiri bermacam-macam yang dibedakan
menurut tipe-tipenya. Hasil belajar meliputi kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Ketiganya sebagai satu kesatuan”[15].
4.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Prestasi Belajar Siswa
Belajar
di sekolah tidak senantiasa dapat berhasil dengan baik, tetapi seringkali ada
hal-hal yang bisa mengakibatkan atau keterlambatan kemajuan belajar yang
biasanya disebutkan oleh beberapa faktor. Menurut Muhibbin Syah, faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswa diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu[16] :
a.
Faktor Intern
Faktor
intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri.
1)
Aspek
Fisiologis
Kondisi umum jasmani dan
tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya,
dapat mempengaruhi semangat dam ntensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.
Kondisi organ tubuh yang lemah dapat menurunkan kualitas ranah kognitif sehingga
materi yang dipelajarinya kurang atau tidak berbekas.
Kondisi organ tubuh siswa
seperti tingkat kesehatan, indera pendengar, dan indera penglihat, juga sangat
mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan,
khususnya yang di sajikan di kelas.
2)
Aspek
Psikologis
a.
Kecerdasan
adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan
keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya
intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat
perkembangan sebaya. Adakalanya perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan
yang berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya, sehingga seseorang anak
pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kawan sebayanya. Oleh karena itu jelas bahwa faktor intelegensi
merupakan suatu hal yang tidak diabaikan dalam kegiatan belajar mengajar.
b.
“Bakat
adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan
pembawaan”[17].
Dari
pendapat di atas jelaslah bahwa tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat
ditentukan oleh bakat yang dimilikinya sehubungan dengan bakat ini dapat
mempunyai tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam
proses belajar terutama belajar keterampilan, bakat memegang peranan penting
dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik. Apalagi seorang guru atau orang
tua memaksa anaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan bakatnya
maka akan merusak keinginan anak tersebut.
c.
“Minat
adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang/hal
tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu”[18].
Keempat, Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut
merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar.
d.
“Motivasi
siswa adalah Perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan
timbulnya afektif perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan”[19].
Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam,yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah “motif-motif yang menjadi aktif
atau berfungsinya tidak perlu di rangsang dari luar”[20]. Sedangkan
motivasi ekstrinsik adalah “motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya
perangsang dari luar[21]”.
perbedaan kemampuan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan berbeda-bedanya
prestasi. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi adalah “dorongan atau motif untuk
berpretasi, takut gagal, takut sukses”[22].
b.
Faktor Ekstern
Faktor
ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya
diluar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga,
lingkungan sekitarnya dan sebagainya.
1)
Lingkungan
sosial
Lingkungan sosial sekolah
seperti guru, para staff, administrasi dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi
semangat belajar seorang siswa. Lingkungan social seperti lingkungan masyarakat,
tetangga dan teman-teman sepermainan juga sangat mempengaruhi kegiatan belajar.
Sifat-sifat orang tua, juga dapat memberi dampak baik atau buruk terhadap
kegiatan yang dicapai oleh siswa
2)
Lingkungan
non sosial
Faktor-faktor yang termasuk
lingkungan non sosial adalah gedung sekolah, rumah tempat tinggal keluarga, pelengkapan
pembelajaran, keadaan dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor tersebut
sangat menentukan tingkat keberhasilan siswa.
3)
Faktor
pendekatan belajar
Pendekatan belajar dapat dipahami
sebagai cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang dan efesiensi pembelajaran
materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat operasional yang
direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan
tertentu.
Disamping
faktor-faktor eksternal dan internal sebagaimana yang dijelaskan diatas faktor pendekatan
belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses pembelajaran siswa
tersebut.
5.
Pendidikan Agama Islam
a.
Pengertian Pendidikan Agama Islam
Untuk memahami
pengertian Pendidikan agama Islam secara mendalam, maka penulis akan mengemukan
pendapat tentang pendidikan agama Islam sebagai berikut:
1) “Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar berupa
bimbingan dan asuhan terhadap anak didik/murid agar kelak setelah selesai
pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam serta
menjadikannya wayoflife (jalan kehidupan) sehari-hari, baik dalam kehidupan
pribadi maupun sosial masyarakat”[23].
2) “Pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina
dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh.
Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan
Islam sebagai pandangan hidup”[24].
3) “Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan
terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,
mengimani, bertakwa mulia, mengamalkan ajaran agama islam dari sumber utamanya
kitab suci al-Qur’an dan al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
latihan, serta penggunaan pengalaman”[25]
Dari beberapa
pengertian Pendidikan Agama Islam diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka
mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau pelatihan yang telah ditentukan untuk
mencapai yang telah ditetapkan.
b.
Tujuan Pendidikan Agama Islam
Berdasarkan
pada pengertian pendidikan Islamnya itu sebuah proses yang dilakukan untuk
menciptakan manusia-manusia seutuhnya, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan serta
mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi, yang
berdasarkan kepada ajaran Al-Qur an dan sunnah, maka tujuan dalam konteks ini
berarti terciptanya insan kamil setelah proses pendidikan berakhir.[26]
1) Tujuan umum
Tujuan
umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan
pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang
meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum
ini berbeda dengan pola taswa harus tergambar pada pribadi seseorang yang sudah
didik, walaupun ukuran dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkat-tingkat
tersebut.
Tujuan
umum pendidikan Agma Islam harus sejajar dengan pandangan Islam pada manusia,
yaitu makhluk Allah yang mulai dengan akal dan perasaanya, ilmunya,
kebudidayaanya, pantas menjadi khalifah di bumi. Tentu saja bobot dan ukuranya
disesuaikan dengan situasi dan kondisinya, yaitu mahkluk yang mulia ukuran anak-anak,
ukuran orang dewasa, ukuran kelompok kecil, ukuran pimpinan masyarakat, Negara dan
seterusnya. Tujuan umum ini meliputi pengertian, pemahaman, penghayatan dan keterampilan
tersebut ini harus menempati institusi tingkatan pendidikan Islam. Tentu saja ada
tujuan umum untuk tingkat sekolah permulaan, sekolah lanjutan, perguruan tinggi,
dan ada juga tujuan umum untuk sekolah umum, sekolah kejuruan dan
lembaga-lambaga pendidikan khusus dan sebagainya.[27]
2) Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus
pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
a. Memperkenalkan kepada generasi muda akan akidah Islam dasar-dasarnya
asal-usul ibadah dan cara melakukannya dengan betul, dengan membiasakan mereka berhati-hati
mematuhi akidah-akidah agama dan menjalankan dan menghormati syiar-syiar agama.
b. Menumbuhkan kesadaran yang betul pada diri pelajar
terhadap agama termasuk prinsip-prinsip dan dasar-dasar akhlak yang mulia.
c. Menanamkan keimanan kepada Allah pencipta alam dan kepada
malaikat, rasul-rasulnya. Kitab-kitab dan hari akhir berdasarkan pada faham
kesadaran dan perasaan.
d. Menumbuhkan minat generasi muda untuk menambah pengetahuan
dalam adab dan pengetahuan keagamaan untuk mengikuti hukum-hukum agama dengan
kencintaan dan keralaan.
e. Menumbuhkan rasa cinta dan penghargaan kepada Al-Qur’an
membacakannya dengan baik, memahaminya dan mengamalkan ajaran-ajarannya.
f. Menumbuhkan rasa rela, optimisme, percaya diri, tanggung
jawab, menghargai kewajiban, tolong menolong atas kebaikan dan taqwa, kasih sayang,
cinta kebaikan, sabar, berjuang untuk kebaikan, memegang teguh pada prinsipnya,
berkorban untuk agama dan tanah air dan bersiap untuk membelanya.
g. Mendidik naluri, motivasi dan keinginan generasi muda dan
menguatkan dengan akidah dan nilai-nilai, dan membiasakan mereka menahan
motivasinya, mengatur emosi dan membimbingnya dengan baik. Begitu juga
mempelajari mereka berpegang dengan adab sopan pada hubungan dan pergaulan
mereka baik dirumah atau sekolah atau dimana saja sekaligus.
h. Menanamkan iman yang kuat kepada Allah pada diri
mereka perasaan keagamaan, semangat keagamaan dan akhlak pada diri mereka dan
menyuburkan hati mereka dengan rasa cinta, dzikir, taqwa dan tajut kepada
Allah.
i.
Membersihkan hati
mereka dari rasa dengki, hasad, irihati, benci, kekasaran, kezaliman, egoisme, tipuan,
khianat, nifak, ragu, perpecahan dan perselisihan[28].
3) Tujuan akhir
Pendidikan Islam itu
berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di
dunia akhir pula. Tujuan umum yang terbentuk insan kamil dengan pola taqwa dapat
mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang.
Perasaan, lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya. Karena itu,
pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan,
memelihara, dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Orang yang
sudah taqwa dalam bentuk insan kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan dalam
rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang-kurangnya pemeliharaan supaya tidak
luntur dan berkurang, meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan bukan dalam
pendidikan formal.
Mati dalam keadaan
berserah diri kepada Allah sebagai orang muslim yang merupakan ujung daru taqwa
sebagai akhir dari proses hidup jelas berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari
proses pendidikan itu yang dapat dianggap sebagai tujuan akhirnya. Insan kamil
yang mati dan akan menghadap Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses
pendidikan Islam[29].
4) Tujuan sementara
Tujuan sementara adalah tujuan
yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan
dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Tujuan operasional dalam bentuk instruksional
yang dikembangkan menjadi tujuan instruksional umum dan khusus, dapat dianggap
tujuan sementara dengan sifat yang agak berbeda. Pada tujuan sementara bentuk
insan kamil dengan pola taqwa sudah kelihatan meskipun kurang sederhana, sekurang-kurangnya
beberapa ciri pokok merupakan suatu lingkaran yang pada tingkat paling mudah,
mungkin merupakan suatu lingkaran kecil. Semakin tinggi tingkat pendidikannya,
lingkaran tersebut makin besar. Tetapi sejak dari tujuan pendidikan tingkat
permulaan, bentuk lingkarannya sudah harus kelihatan. Bentuk lingkaran inilah menggambarkan
insan kamil itu. Disinilah barangkali perbedaan mendasar bentuk pendidikan
Islam dibandingkan dengan pendidikan lainnya[30].
5) Tujuan operasional
Tujuan operasional ialah tujuan
praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu
unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan
diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan operasional. Dalam
tujuan operasional ini lebih banyak dituntut dari anak didik suatu kemampuan dan
keterampilan tertentu. Sifat operasional lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan
dan kepribadian. Untuk tingkat yang paling rendah, tinggi yang berisi
keterampilan yang ditonjolkan[31].
c.
Fungsi Pendidikan Agama Islam
Kurikulum pendidikan
agama Islam untuk sekolah/madrasah berfungsi sebagai berikut:
1)
Pengembangan,
yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah
ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban kenanamkan
keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi
untuk menumbuhkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran,
dan pelatihan agar keimanan dan ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal
sesuai dengan tingkat perkembangannya.
2)
Menanaman
nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat.
3)
Penyesuaian
mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik
maupun lingkungan social dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan dari dengan lingkungannya baik lingkungan
fisik maupun lingkungan yang sesuai dengan ajaran Islam.
4)
Perbaikan,
yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan
kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman, dan pengalaman
ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
5)
Pencegahan,
yaitu untuk menangkal hal-hal negative dari budaya lain yang dapat membahayakan
dirinya dan menghambat perkembangan menuju manusia Indonesia seutuhnya.
6)
Pengajaran
tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum, sistem dan fungsionalnya.
7)
Penyaluran,
yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus bidang agama Islam
agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan
untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.[32]
d.
Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum
berasal dari curriculum dan terdapat
pula dalam bahasa Prancis courir artinya to run
artinya berlari, Istilah kurikulum ini digunakan untuk sejumlah mata pelajaran yang
harus ditempuh untuk mencapai gelar atau ijazah. Secara tradisional kurikulum diartikan
sebagai mata pelajaran di sekolah.
Kurikulum
pendidikan agama islam dikenal dengan kata-kata Manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama
anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka. Selain
itu kurikulum juga dipandang sebagai program pendidikan yang direncanakan dan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dari pengertian
kurikulum diatas, dapat diperoleh gambaran bahwa pendidikan yang berdasarkan kepada
Al-Quran dan As-Sunnah sangat luas jangkauannya. Karena Islam sangat mendorong pemeluknya
untuk memperoleh pendidikan tanpa kenal batas.
Ada beberapa
pendapat ulama tentang materi yang harus diberikan terhadap anak didik. Menurut
Umarbin Khattab, seorangan anak hendaknya diajarkan berenang, berkuda, pepatah yang
berlaku dan sajak-sajak yang terbaik. Semua ini diajarkan setelah anak
mengetahui prinsip-prinsip agama Islam, menghafal Al-Quran dan mempelajari
hadits. Ibnu Sina mengemukakan bahwa pendidikan anak hendaknya dimulai dengan
pelajaran Al-Qur an.Kemudian diajarkan syair-syair pendek yang berisi tentang
kesopanan setelah anak selesai menghafal Al-Quran dan mengerti tata bahasa Arab
disamping diberi petunjuk dan dibimbing agar mereka dapat mengamalkan ilmunya sesuai
dengan bakat dan kesediaanya. Abu Thawam berpendapat, setelah anak hafal Al-Qur
an hendaknya anak tersebut diajarkan menulis, berhitung, dan berenang[33].
Pendapat
para ulama diatas dapat dipahami materi pendidikan agama Islam yang paling utama
adalah Al-Qur an, baik keterampilan membaca, menghafal, menganalisa dan sekaligus
mengamalkan ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dimaksudkan agar
ajaran yang terkandung di dalam Al-Qur an tertanam dalam jiwa anak didik sejak
dini.
e.
Materi Pendidikan Agama Islam
Salah satu
komponen operasional dalam pendidikan Islam sebagai sistem adalah materi, atau disebut
juga dengan kurikulum. Jika dikatakan kurikulum, maka ia mengandung pengertian bahwa
materi yang diajarkan telah tersusun secara sistematis dengan tujuan yang hendak
dicapai. Pada hakikatnya antara yang dimaksud dalam uraian ini, materi dan kurikulum
mengandung arti sama yaitu merupakan bahan pelajaran apasaja yang harus
disajikan dalam proses kependidikan dalam suatusi steminstitusional pendidikan.
Selain
itu materi-materi yang diuraikan Allah dalam kitab suci-Nya Al-Quran menjadi bahan-bahan
pokok pelajaran yang disajikan dalam proses pendidikan Islam, baik secara
formal maupun non formal. Hal ini dikarenakan materi dalam pendidikan Islam bersumber
dari Al-Quran harus dipahami, dihayati, diyakini, dan diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari umat Islam.
Pada dasarnya
materi pendidikan agama Islam terbagi menjadi tiga pokok masalah, yaitu:
1)
Aqidah (keimanan):
adalah bersifat itiqad batin, mengajarkan keesaan Allah, Esasebagai Tuhan yang
mencipta, mengatur dan meniadakan alam ini.
2)
Syariah (keislaman):
adalah berhubungan dengan amal lahir dalam rangka mentaati semua peraturan dan
hokum Tuhan, guna mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, dan mengatur
pergaulan hidup dari kehidupan manusia.
3)
Akhlak (budi pekerti):
adalah suatu amalan yang bersifat pelengkap penyempurna bagi kedua amal diatas dan
yang mengajarkan tentang cara pergaulan hidup manusia.[34]
Ketiga
inti ajaran pokok ini kemudian dijabarkan kedalam bentuk rukun Iman, rukun
Islam, dan Akhlak. Sehingga dari ketiganya lahir beberapa keilmuan dalam agama,
yakni: Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqih, dan Ilmu Akhlak.
Penerapan
atau lingkup ketiga materi pokok pendidikan agama ini sebenarnya digambarkan oleh
Luqman ketika mendidik putranya sebagimana digambarkan Al-Quran surat Luqman
ayat 13, 14, 17, 18 dan 19, sebagai berikut:
øÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏèt ¢Óo_ç6»t w õ8Îô³è@ «!$$Î/ (
cÎ) x8÷Åe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOÏàtã
Artinya: Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar".[35]
$uZø¢¹urur z`»|¡SM}$# Ïm÷yÏ9ºuqÎ/ çm÷Fn=uHxq ¼çmBé& $·Z÷dur 4n?tã 9`÷dur ¼çmè=»|ÁÏùur Îû Èû÷ütB%tæ Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷yÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) çÅÁyJø9$#
Artinya: Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya;
ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.[36]
¢Óo_ç6»t ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# öãBù&ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ tm÷R$#ur Ç`tã Ìs3ZßJø9$# ÷É9ô¹$#ur 4n?tã !$tB y7t/$|¹r& (
¨bÎ) y7Ï9ºs ô`ÏB ÇP÷tã ÍqãBW{$#
Artinya: Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap
apa yang menimpakamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah)[37].
wur öÏiè|Áè? £s{ Ĩ$¨Z=Ï9 wur Ä·ôJs? Îû ÇÚöF{$# $·mttB (
¨bÎ) ©!$# w =Ïtä ¨@ä. 5A$tFøèC 9qãsù
Artinya: Danjanganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong lagi membanggakan diri[38].
ôÅÁø%$#ur Îû Íô±tB ôÙàÒøî$#ur `ÏB y7Ï?öq|¹ 4
¨bÎ) ts3Rr& ÏNºuqô¹F{$# ßNöq|Ás9 ÎÏJptø:$#
Artinya: Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai[39].
f.
Karakteristik Pendidikan Agama Islam
Karakteristik
pendidikandalam arti luas adalah: (1) pendidikan berlangsung sepanjang hayat, (2)
lingkungan pendidikan adalah semua yang ada pada diri peserta didik, (3) bentuk
kegiatan mulai dari yang tidak disengaja sampai pada yang terprogram, (4) tujuan
pendidikan berkaitan dengan setiap pengalaman belajar, dan (5) tidak dibatasi oleh
ruang dan waktu.[40]
Sedangkan
Karakteristik pendidikan Islam:
1) Penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaandan
pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah swt.
2) Penekanan pada nilai-nilai akhlak.
3) Pengakuan akan potensi dan kemampuan seseorang untuk
berkembang dalam suatu kepribadian.
4) Pengamalan ilmu pengetahuan atas dasr tanggung jawab
kepada Tuhan dan masyarakat manusia[41].
C.
Pengaruh tipologi Belajar terhadap
Prestasi Belajar Siswa
Tipologi
belajar kita pada umumnya ditentukan lewat cara kita menyerap dan mengatur informasi-informasi
dari yang konkret (yang berakar pada pancaindra ragawi, menekan pada apa yang
dapat diamati) hingga yang abstrak (yang berakar dalam emosi dan intuisi,
menekankan perasaan dan ide-ide), kendati kebanyakan orang lebih suka cara khusus.
Ini adalah refleksi pendekatan Piaget dari yang konkret ke yang abstrak dan
dari yang sudah diketahui ke yang belum diketahui.
“Seperti pendapat ahli yang juga mengatakan
bahwa kemampuan kita untuk mengatur informasi-informasi adalah kemampuan mengurutkan
(menyimpan informasi secara linier, logis dan tahap demi tahap) dan acak
(menyimpan secara tidak linier, holistic dan keleidoskop), meskipunlagi-lagikebanyakan
orang mempunyai kesukaanya sendiri”[42].
Pada
awal tadi telah dijelaskan bahwa tipologi belajar merupakan kunci untuk
mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, disekolah, dan dalam situasi-situasi
antar pribadi. Dengan begitu tipologi belajarakan mempengaruhi seseorang dalam
menyerap dan mengolah informasi.
Menurut
Grinder, pengarang Righting The Education Comveyor Belt, telah mengajarkan tipologi
belajar dan mengajar kepada banyak instruktur. Ia mencatat bahwa dalam setiap
kelompok yang terdiri dari tiga puluh murid, sekitar dua puluh orang yang mampu
belajar secara cukup efektif dengan cara visual, auditorial, dan kinestetik
sehingga mereka tidak membutuhkan perhatian khusus. Dari sisa delapan orang, sekitar
enam orang memilih satu modalitas belajar dengan sangat menonjol melebihi dua modalitas
lainnya. Sehingga setiap saat mereka harus selalu berusaha keras untuk memahami
perintah, kecuali jika perhatian khusus diberikan kepada mereka dengan menghadirkan
cara yang mereka pilih. Bagi orang-orang ini, mengetahui cara belajar terbaik
mereka bisa berarti perbedaan antara keberhasilan dan kegagalan. Dua orang siswa
mempunyai kesulitan belajar karena sebab-sebab eksternal.[43]
Dengan
mengetahui tipologi belajar yang berbeda ini telah banyak membatu para guru dimanapun
untuk dapat mendekati semua atau hampir semua
siswa lainnya dengan menyampaikan informasi dengan tipologi yang berbeda-beda.
Begitu juga dengan setiap siswajika seseorang siswa dapat mengetahui tipologi
belajarnya maka akan sangat dapat membantunya dalam belajar dengan optimal kemudian
secara berkelanjutan dapat mempengaruhi siswa tersebut dalam mencapai prestasi
belajar yanglebih baik dibandingkan dengan siswa yang tidak mengetahui tipologi
belajarnya sendiri.
[1] Joko
Susilo, op. cit., 15
[2]
Bobbi Deporter dan Hernacki, op. cit,
110
[3] Ibid,,
[4]
Gordon Drygen dan Jeannete Vos, Revolusi
Cara Belajar, The Learning Revoulution (Bandung, PT Mizan, 2001). 351
[5]
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002 ), 117
[6] Ibid..
[7] Ibid..
[8]
Pupuh Fathurrohman, Sobry Sutikno, Strategi
Belajar Mengajar Melalui Penanaman
Konsep Umum dan Konsep Islami (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), 6
[9] Muhaimin,
Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam
( Bandung: Trigenda Karya, 1993), 93
[11] Syaiful
Bahri, Aswan Zaim, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 44
[12] Winkel,
Psikologi Pengajaran (Jakarta: Gramedia
Pustaka Tama, 2005). 59
[13]
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan
Psikologi Proses Pendidikan (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2005), 168
[14] Reni
Akbar, Hawadi, Aksererasi (Jakarta,
PT Grasindo, 2004), 68
[15]
Nana Sudjana, op. cit., 41
[16] Muhiddin
Syah, Psikologi Belajar (Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2003), 144
[17]
Ridwan202. ketercapaian-prestasi-belajar (www. wordpress.com, diakses 10/06/2011)
[18] Winkel,
op. cit., 59
[19]
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi
Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 148
[20] Ibid,.149
[21] Ibid,, 151
[22] M
Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan
(Yogjakarta: BPEF, 1989). 85
[23]
Moh Amir,Pengantar Ilmu Pendidikan Islam
(Pasuruan: Garroeda Buana Indah, 1992), 4
[24]
Abdul Madjid, Pendidikan Agama Islam
Berbasis Kompetensi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), 130
[25]
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama
Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 2005), 21
[26]
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan
Metodelogi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 15-16
[27] Ibid., 29
[28] Ibid,. 26-27
[29]
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan
Agama Islam, 1982), 27
[30] Ibid,. 31
[31] Ibid., 32
[32]
Abdul Madjid, op. cit, 134-135
[33]
Armai Arief, op. cit, 30-31
[34]
Zuharini, Methodik Khusus Pendidikan
Agama (Malang, IAIN Sunan Ampel Malang, 1983), 58.
[35] Mahmud
Yunus, Terjemah Qur’an Karim, (Bandung: Alma’arif, 1991), 371
[36] Ibid., 371-372
[37] Ibid,.
[38] Ibid.,
[39] Ibid,.
[40] Ramayulis,
Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta, Kalam Mulia, 2006), 18
[41] Mawardi
RZ, Ilmu Pendidikan Islam (http :
www. wordpress.com, diakses 12 Juni 2011 )
[42]
Derek Glover and Sue Law, Improving
Learning Professional Practice in Secondary Schools (Jakarta: PT Grasindo,
2002). 90
[43] Bobbi
Deporter dan Hernacki, terj., Alwiyah
AbdulRahman, op.cit., 112.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar